Sabtu, 22 Maret 2014

puisi



Cintaku Untukmu  4d17Q

Awal yang indah yang tak pernah aku duga
 Tak sengaja mataku terpaku padamu
Namun secepat kilat kau tundukkan pandanganmu dariku
Taukah kau sejak saat itu
 Aku ingin... aku ingin... aku ingin...

tanpa sadar aku
Ibarat bunga yang bagaimanapun caranya harus mekar
Indahnya  mahkota bungaku yang harus diperhatikan
Kukabarkan pada setiap angin yang menyapa
Bahwa kuingin seekor kumbang yang itu hinggap diputikku

Hingga aku tersadar,bahwa bukan itu yang seharusnya aku lakukan
Aku harus menjaga ranumku
Untuk saatnya mekar yang benar-benar indah
Yang telah ditentukan-Nya
Dengan harum pula pada diriku saat itu

Teruntuk seorang terkasih yang aku inginkan...

Kini
Aku sedang mencoba menjauhimu
Ketahuilah,,, karena aku takut akan marah-Nya padamu

Aku terus menjauhimu
Ketahuilah,,, karena aku takut jika yang semula karena-Nya akan jadi karenamu

Aku semakin jauh darimu
Ketahuilah,,, aku berusaha mendekat pada-Nya untuk memintamu

Aku menjauhimu untuk bisa dekat suatu saat nanti
Aku perbaiki diri untuk yang terbaik denganmu suatu saat nanti
Aku tak memilikimu sekarang, tapi untuk mendekapmu penuh berkah suatu saat nanti

Ini kar’na aku belajar darimu, menjaga jarak dan pandanganku
dan ingin terus belajar semakin dekat pada-Nya
Bersamamu...
Hingga akhir nanti...


Selasa, 11 Februari 2014

cerpen remaja islami



Hatiku Serta Hatinya Adalah Milik Allah
Oleh: khosi’atun

Hembusan lembut angin gurun dari arah timur laut menyibak kerudungku, gerak halus kerudungku seolah sealun dengan gelombang air oasis yang tersibak pula olehnya.  Disusul oleh angin gurun dari arah lain yang seolah tak mau mengalah untuk beralun,saling bergantian hingga alunannya membentuk ukiran indah diatas hamparan pasir. Sungguh indah ciptaan Allah yang selalu aku nikmati melalui balkon pavilliun ini. Pavilliun ini  terletak di batas kota Wadi al Hayaa tak cukup jauh dari gurun Ubari dengan oasisnya yang indah. Oasis dengan bertepi pohon nan hijau yang tak akan kutemui  disepanjang kota ini.
“Assalamu’alaikum Habibah...” terdengar suara dari arah belakang saat aku masih memandangi hamparan pasir.
“Wa’alaikumsalam, eh ukhti Akilah di sini, sudah selesai merajut benang-benangnya...?” (sambil bersalaman)
iya,,aku ingin beristirahat sejenak, menikmati sesuatu yang indah dari balkon ini,,
Akilah binti Harun adalah anak dari seorang pedagang kain, merajut benang menjadi kain merupakan pekerjaan sehari-harinya.
“ukhti  tahu aja tempat yang tepat,, untuk menikmati keindahan,yaitu di balkon ini” candaku mengawali pembicaraan.
“iya,,subhanallah sungguh ciptaan Allah Yang Maha Agung,” jawab Akilah dengan nada lembut dengan tak lepas memandangi desir pasir dihamparan gurun serta indahnya oasis kecil didalamnya dengan airnya yang terliat membiru.
Begitulah kebersamaan kami setiap menjelang malam,merasakan pergantian udara yang hembusannya mulai berubah dari sangat panas menjadi sangat dingin ketika malam tiba.
“assalamu’alaikum wararmatullah... assalamu’alaikum wararmatullah...” saat aku selesai shalat subuh bersama umi dan abi dalam musholla kecil rumah kami.
“assalamu’alaikum..” terdengar suara terdengar didepan kontrakan kami.
“wa’alaikumsalam warahmatullah....Habibah segera buka pintunya”
“baik...Abi..”
Kreeek,,kreeek,,,kreekk,, (pintu kubuka)
“Assalamu’alaikum Habibah..”
“Wa’alaikumsalam.. ukhti Akilah silahkan masuk,,ada apa kok pagi sekali?”
“iya terima kasih Habibah... Dimana Abi Syuaib? aku akan izin untuk mengajakmu ke pasar Fezzan”
“iya,,, sebentar aku panggilkan Abi”(masuk ke ruang dalam)
Tak lama kemudian Abi sampai di ruang tamu.
“iya...Ada apa Akilah...”
“Begini Bi,, Akilah mau minta izin mengajak ukhti Habibah ke pasar Fezzan, untuk membeli perlengkapan untuk jamuan tamu di tempat kami, saudara kami dari Mesir akan datang ke tempat kami”
“oh silahkan... tunggu saja,,mungkin Habibah baru bersiap”
“Terima kasih Abi”
Tiba di pasar Fezzan,kami membeli banyak jamuan diantaranya Gahwa Arbiya (Kopi Arab), Shahee Akhdar (Green Tea), Shahee Ahmer (Teh Merah), Shahee Bil-Lowz (Teh dengan Almond) sebagai minuman penghangat dimalam hari. Dan tak lupa kami membeli bahan-bahan untuk membuat Bazeen (Gundukan adonan kaku yang terbuat dari barley yang disajikan dengan saus tomat dengan kentang, telur dan kadang-kadang daging berbasis seperti domba), lalu ada Rishtat Kis-Cas  (hidangan besar dari pasta mie juga dikenal sebagai "Busla").
“Berapa tuan harga satu kue kenafa ini (makanan sejenis bika)?? Tanya Akilah pada seorang penjual kue kenafa.
“3 Dinar nona”Jawab penjualnya.
“mahal sekali ya., bisa dikurangi?? saya mau membeli 50 kue.”
“Kenapa belinya banyak sekali ukhti, tamu besar ya..?,” tanyaku sedikit heran.
 “tidak bisa 2 dinar aja tuan.? Bisa ya..?. emm..Ini saudaraku bersama grup Nasyidnya Al Quds yang akan akan menginap dirumahku dan jugan akan  tampil di masjid tempat kita mengaji  ,”jawab Akilah sambil menawar kue kenafa.
Selesai menawar akhirnya kami dapat kue kenafa dengan harga yang kami inginkan yaitu 2 dinar,Akilah memang pandai menawar karena dia sudah terbiasa di pasar saat membantu orang tuanya menjualkan kain-kain.
Di rumah Akilah, aku juga membantu mempersiapkan jamuan-jamuannya.
”Habibah,, ini tolong dilanjutkan dulu ya...sepertinya tamu kita sudah datang,”
“baik umi..” jawabku pada umi Aisyah (ibunya Akilah) saat menyuruhku melanjutkan memasak hidangan di dapurnya.
 “oh...selamat datang wahai keponakanku” sapa Abi Hasan (ayah Akilah) sambil memeluk pundak keponakannya.
“Assalamu’alaikum wahai pamanku”  Wafa bin Harun menyapa pula pada keluarga Akilah.
“Wa’alaikumsalam warahmatullah,, ayo ayo sini duduk dulu, kita perlu bicara banyak..sudah bertaun-tahun tidak bertemu,”
“Baik paman...,” Merekapun mulai berbincang-bincang panjang.
“wah ini Akilah menghidangkan Bazeen dan buah tapi  tidak ada pisaunya, bagaimana tamu mau memakannya..ha,ha,ha sebentar saya panggil Akilah dulu”
“ehh,tidak usah paman,biar saya ambil sendiri”
“oh ya sudah, ambillah sendiri di dapur”
 (pemuda itu berjalan menuju dapur)
“afwan ukhti, pisaunya dimana ya..,”Tanya seorang pemuda padaku.
(tersentak aku mendengar suara halus merdu yang tak pernah kudengar sebelumnya)
“ini akh..,” jawabku sedikit memandang kemudian menundukkan pandanganku.
“terima kasih” jawabnya lagi dengan suaranya yang merdu.
Setelah semua hidangan selesai,akupun pamit pulang karena hari sudah mulai malam. Dan tak lupa Umi Aisyah membawakanku sedikit hidangan tersebut untuk dibawa pulang.
“Assalamu’alaikum,,umi,,abi,,, ini ada sedikit makanan dari umi Aisyah,,”
“Wa’alaikumsala... iya,letakkan saja di meja makan”jawab umi dari dapur.
Didalam kamar kubuka jendela kamarku, menatap langit,dengan milliaran bintang yang dapan kulihat tanpa terhalang sedikitpun. Tiba-tiba Akh Wafa mengisi renungan sepiku. Dari merdu suaranya seperti desir air danau ditengah desiran pasir gurun,halus hingga hampir tak terdengar. Juga wajahnya yang tenang dan berwibawa,serta dengan hiasan jenggot tipis manis didagunya. Tak heran senyumnyapun manis walaupun hanya sekejap aku memandangnya.“Astaghfirullah..” segera kuingat Allah saat pikiranku telah jauh dari-Nya.Keesokan harinya seperti biasa,aku menghampiri Akilah untuk pergi ke pengajian pagi. Pagi ini ulama’ pengisi ceramah memberikan sedikit gambaran tentang kasih sayang. Masih kuingat sebuah hadist yang disebutkannya:
 “Belum sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. Kasih sayang dalam Islam bersifat Universal. Ia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Kasih sayang diwujudkan dalam bentuk yang nyata seperti silaturahmi, meringankan beban tetangga yang sedang ditimpa musibah, mendamaikan orang yang berselisih. Saat itu pula tak sengaja tanganku menuliskan  seuntai kata yang kutulis dalan secarik kertas:
“Ya Allah,entah mengapa hati hambamu ini gelisah sejak bertemu dengan dia, mendengar suaranya, melihat sikap dan tutur katanya hingga hamba ingin memilikinya, ingin mendapat bimbingannya untuk lebih dekat dengan-Mu. Jika dia jodohku,dekatkanlah hatinya untukku, jika dia bukanlah jodohku,hindarkanlah hatiku untuk sekedar berbisik tentangnya”
[Habibi Wafa bin Harun]
Tiba-tiba terlantun sebuah syair nan merdu, berbeda dari hari biasanya. Ternyata grup nasyid Al Quds. Jantungku penuh debaran yang tak bisa aku kendalikan, akhirnya aku pamit pada ukhti untuk ke kamar kecil hingga lantunan suara itu terhenti.
. . . . Sebulan kemudian . . . . .
“Assalamu’alaikum...”
“wa’alaikumsalam warahmatullah.. silahkan masuk,,,”
“Abimu ada nak..?”tanya seorang wanita setengah baya dengan lembut.
“iya,bisa tolong panggilkan Abimu?” lanjut seorang lelaki yang sepertinya tak sabar untuk bertemu dengan Abi.
“iya ada,,, saya permisi masuk sebentar untuk memanggil Abi” berjalan masuk ruang dalam.
Sesaat kemudian Abi menemui tamu tersebut, tak lama kamudian umipun dipanggil Abi untuk menemaninya. Dari dalam sudut dapur cukup dekat dengan ruang tamu, terlihat percakapan mereka sangat serius. Dengan sedikit khawatir aku menyusul ke ruang tamu untuk membawakan suguhan minum untuk tamu kami. Dan aku suguhkan pula sedikit hidangan yang cukup memenuhi meja kecil di ruang tamu kami.
“Silahkan,, dicoba paman...bibi...” aku mencoba mempersilahkan dan kemudian berbalik untuk masuk kembali.
“Habibah..” suara Abi memanggilku
“iya Bi...”
“Sini sebentar, duduklah dekat Umimu, ada yang ingin Abi sampaikan padamu”
Aku semakin gemetar dengan keadaan ini
“Nak..ini adalah orang tua Wafa bin Harun,, mereka menyukaimu,, apakah kamu ingin bersama mereka?”
“maksud Abi?”
“mereka ingin mengkhitbahmu untuk putra mereka, Wafa bin Harun”
Sedikit senyuman mengembang dibibirku,aku menunduk malu. Aku tak mampu untuk menjawabnya.
“Oh,ternyata putriku sudah dewasa, kamu tahu cara untuk menerima hitbah untukmu, dengan sedikit senyuman dan menundukkan kepala” Canda Abi.
“ha,,ha,,ha,,ha,,,” salah tingkahku semakin menjadi bahan tertawaan mereka.
Dalam pertemuan keluarga malam itu telah ditetapkan tanggal pertemuan kami,yaitu sebulan setelah pertemuan itu Akh Wafa akan menemui orang tuaku dan menemuiku, lalu seminggu setelahnya akan segera dipersiapkan untuk akad serta walimatul arsy oleh kedua belah keluarga.
Terbenamnya matahari,munculnya bulan,hingga terbitnya lagi matahari hampir tak luput dari pandanganku. Bergantinya hari selalu kunanti, rasanya aku tak sabar untuk mengisi hari itu,hari pertemuanku dengan akhi Wafa.
Akhirnya saat yang ku nantipun tiba. Ku mencoba mendengar percakapan Akh Wafa dengan Abi dari dalam kamarku. Tak kudengar canda Abi padanya sedikitpun.
“Putriku keluarlah nak.. calon suamimu ingin mengenalmu lebih dekat”
“baik Bi.....” kulangkahkan kaki penuh harap, tapi entah mengapa kaki ini terasa berat, takut dan bingung bercampur untuk menghadapi situasi yang pertama kali aku rasakan.
“Duduklah nak,,, bicaralah apa yang ingin kalian saling ketahui, Abi akan menunggu di dalam”
“Baik Bi..” jawab kami berdua.
Sejenak suasana hening,tak ada satupun kata ku dengar.
“Ukhti Habibah...”
“iya Akh...”
“Ada yang ingin kamu ketahui tentangku?? ”
“Tidak... nanti seiring waktu aku akan mengetahui semuanya tentangmu tanpa aku menanyakannya padamu,di saat yang halalku untuk mengetahui segalanya tentangmu”
“Apakah engkau telah benar-benar yakin? ”
“Aku yakin akan pilihan Allah untukku. Tapi mengapa engkau bertanya seperti itu, bukankah itu seperti sebuah keraguanmu?”
“sejujurnya aku belum sepenuhnya siap dengan semua ini, aku hanya tak ingin memudarkan senyum kedua orang tuaku untuk mengambilmu. Mereka sudah teramat menyukaimu sejak ukhti Akilah memperkenalkanmu pada mereka”
Tak kusangka untaian kata terakhirnya itu begitu beku kurasakan, bibirkupun tak mampu kubuka lagi. Dengan senyum ku tahan air mataku, dan aku coba merangkai kata untuknya.
“Akhi...pernikahan adalah hal suci. Aku ingin menjadikan pernikahanku sebagai  rumah tangga didunia dan akhirat yang penuh cinta. Aku tak ingin ada keraguan. Aku ingin mengulang kisah ssayyidatina Fatimah ra. Dan Sayyidina Ali yang dipertemukan Allah dengan penuh cinta diantara keduanya. Bukan cinta dan kemantapan sepihak. Aku akan menunggumu untuk siap, dan jika engkau tak akan pernah siap untukku, Sampaikanlah pada orang tua kita,aku akan menerimanya dan akan membantumu untuk meyakinkan mereka bahwa mungkin engkau memang bukanlah pilihan Allah untukku. Pikirkanlah dengan matang,aku akan menunggu jawabanmu akh”. Setetes air bening mengalir dari sudut mataku, segera aku berdiri dan beranjak pergi.
Pemuda itupun berpamitan pada Umi dan Abi untuk pulang. Dan malam ini akhirnya aku mengetahui juga alasan sesungguhnya ia ingin menikahiku. Dan aku mengetahui pula mengapa ukhti Akilah menceritakanku pada orang tua Akhi Wafa, karena ia telah membaca seuntai kata yang ku tulis dan kuselipkan dan sebuah kitab hadist yang kutulis dimasjid,yang kemudian kutitipkan kitabku pada Akilah ketika aku ke kamar kecil.
Ya Allah,ya Robbi... Engkaulah Maha Kasih dan Sayang. Engkau titipkan pada kami sebuah hati yang engkau isi dengan kasih dan sayang-Mu, hati dalam dadaku ini bukanlah milikku,yang tak bisa kuperintahkan untuk melupakannya dari hidupku. Dan  hati dalam dadanya, bukan pula miliknya,yang bisa dipaksa untuk menyayangiku. Tapi hati kami ini adalah milik-Mu wahai Rabb ku. Maka jika aku jodohnya,perintahkanlah hati kami untuk saling menyayangi. Tapi jika tak berjodoh, bersihkanlah hati kami dari satu sama lain,dan hindarkanlah kami dari kekecewaan dan penyesalan. Sungguh Engkau Maha mengetahui dari apa yang tidak kami ketahui”.
Aku percaya Allah tau yang terbaik untukku. Biarlah Allah yang melanjutkan kisah cintaku. Kisah cinta yang pada akhirnya berujung pada-Nya pula. Aamiiinn...

Selasa, 16 April 2013

Tari Kretek

[Image: 290512_SOLO_tari-kretek2.jpg]

KEHIDUPAN masyarakat Kudus, Jawa Tengah, sepertinya tidak bisa dipisahkan dengan industri keretek. Hingga proses pembuatan keretek yang menjadi penggerak perekonomian Kudus itu diejawantahkan dalam bentuk kesenian, yakni tari.

Agak aneh memang, mulai dari memilih tembakau, hingga bagaimana cara memasarkannya, semuanya diceritakan dalam satu tarian, tari Kretek.

Tari ini merupakan sebuah tari asli Kudus yang menceritakan para buruh rokok yang sedang bekerja membuat rokok, mulai dari pemilihan tembakau hingga rokok siap dipasarkan.

Tarian dibawakan beberapa penari perempuan sebagai representasi buruh mbatil dan penari lelaki sebagai representasi dari seorang mandor.

Buruh mbatil adalah buruh rokok yang kerjanya mengguntingi atau merapikan ujung-ujung rokok. Sementara sang mandor adalah bos yang mengawasi buruh rokok dan mempunyai kuasa untuk menyortir atau menyeleksi rokok garapan buruh.

Awalnya tari Kretek bernama tari Mbatil. Namun, karena nama mbatil tidak begitu dikenal di masyarakat, digantilah dengan tari Kretek. Tari ini mulai populer sejak 1985, yang konon diciptakan seniman Endang Tonny.

Dalam tari Kretek, gerakannya terlihat rancak. Dibawakan beberapa penari perempuan yang cantik jelita serta satu penari lelaki.

Para penari perempuan menggunakan pakaian khas Kudus, namun bukan pakaian adat. Tak hanya itu, penari perempuan juga memakai caping serta memegang tampah. Adapun yang lelaki hanya memakai blangkon.

Kerancakan serta kelinca han penari Kretek tampaknya tidak lepas dari iringan musik gamelan yang mengalun. Lirik lagu menceritakan macammacam rokok yang ada di Kudus.

Makna tari Kretek

[Image: IMG_4561a.jpg]

Melenggak-lenggok dengan senyuman centil, penari perempuan mencoba menggoda sang mandor. Pun sebaliknya, kadang penari lelaki keganjenan menggoda buruh mbatil. Konon memang seperti itu sebenarnya yang terjadi di tempat pembuatan rokok keretek.

Dalam tarian Kretek, diceritakan awal mula pembuatan rokok keretek. Yakni mulai dari cara memilih tembakau yang baik untuk dipakai membuat rokok. Setelah menjadi rokok, tugas buruh mbatil selanjutnya ialah memotong bagian ujung rokok untuk merapikannya. Nah, habis itu, buruh mbatil membawa rokok tadi ke mandor untuk diperiksa.

Ketika memeriksa rokok, sang mandor kadang memasang muka seram atau malah mesem-mesem kepada mereka. Kalau mandor sudah senyum, bisa dipastikan rokok tak akan tersortir.

Gemulai tangan sang penari perempuan menggambarkan lincahnya seorang buruh rokok dalam melinting serta membatil.

Ada sebuah istilah guyon dalam tari Kretek, yakni pembatil menggoda mandor agar rokok tidak banyak yang disortir. Atau mandor yang menggoda, dengna harapan pembatil tertarik dan jatuh hati kepadanya.

Dalam tari Kretek, sang mandor selalu mondar-mandir mengelilingi penari-penari perempuan untuk memeriksa dan terkadang bertolak pinggang melihat beberapa penari, menunjukkan kekuasaannya.

Senin, 08 April 2013

kabupaten kudus


Nama Resmi : Kabupaten Kudus
Ibukota : Kudus
Luas Wilayah: 425,17 km²
Jumlah Penduduk:  813.000 jiwa
Wilayah Administrasi:Kecamatan : 9
Bupati :  H. Musthofa
Wakil Bupati: H. Budiyono
Alamat Kantor: Jl. Simpang Tujuh No. 1 Kudus
Telp. (0291) 437010
Fax.(0291) 439300


Sejarah

Sejarah tentang hari jadi Kota Kudus di tetapkan pada tanggal 23 September 1549 M dan diatur dalam Peraturan Daerah  (PERDA) No. 11 tahun 1990 tentang hari jadi Kudus yang di terbitkan tanggal 6 Juli 1990 yaitu pada era Bupati Kolonel Soedarsono.

Sejarah Kota Kudus tidak terlepas dari Sunan Kudus hal ini di tunjukan oleh Skrip yang terdapat pada Mihrab di Masjid Al-Aqsa Kudus ( Majid Menara), di ketahui bahwa bangunan masjid tersebut didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M.


Mengenai asal usul nama Kudus menurut dongeng / legenda yang hidup dikalangan masyarakat setempat ialah, bahwa dahulu Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil menuntut ilmu di Tanah Arab, kemudian beliau pun mengajar pula di sana. Pada suatu masa, di Tanah Arab konon berjangkit suatu wabah penyakit yang membahayakan, penyakit tersebut menjadi reda berkat jasa Sunan Kudus. Olek karena itu, seorang amir di sana berkenan untuk memberikan suatu hadiah kepada beliau, akan tetapi beliau menolak, hanya sebagai kenang-kenangan beliau meminta sebuah batu. Batu tersebut menurut sang amir berasal dari kota Baitul Makdis atau Jeruzalem (Al Quds), maka sebagai peringatan kepada kota dimana Ja’far Sodiq hidup serta bertempal tinggal, kemudian diberikan nama Kudus.

Sejarah Sunan Kudus
Dja’far Sodiq, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus, adalah putra dari Raden Usman Haji yang bergelar dengan sebutan Sunan Ngudung di Jipang Panolan. Semasa hidupnya Sunan Kudus mengajarkan agam islam di sekitar daerah Kudus khususnya di Jawa Tengah pesisir utara pada umumnya. Beliau terhitung  salah seorang ulama, guru besar agama yang telah mengajar serta menyiarkan agama islam di daerah Kudus dan sekitarnya.

Terkenal dengan keahliannya dalam ilmu agama. Terutama dalam ilmu agama Tauhid, Usul, Hadits, Sastra Mantiq dan lebih-lebih didalam Ilmu Fiqih. Oleh sebab itu, digelari dengan sebutan sebagai Waliyyul ‘Ilmi. Beliau yang termasuk salah seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita pendek yang berisi filsafat serta berjiwa agama. Diantara buah ciptaannya yang terkenal, ialah Gending Maskumambang dan Mijil.

Disamping bertindak sebagai guru islam, juga sebagai salah seorang yang kuat syariatnya. Sunan Kudus pun menjadi Senopati dari Kerajaan Islam di Demak. Bekas peninggalan beliau antara lain adalah Masjid Raya di Kudus, yang kemudian dikenal dengan sebutan Masjid Menara Kudus. Oleh Karena di halaman masjid tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah.

Mengenai perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama islam tidak berbeda dengan para wali lainnya, yaitu senantiasa dipakai jaln kebijaksanaan, dengan siasat dan taktik yang demikian itu, rakyat dapat diajak memeluk agama islam.

Sejarah Sunan Muria
Raden Umar Syaid, atau Raden Said dikenal dengan sebutan Sunan Muria, adalah termasuk salah seorang dari kesembilan wali yang terkenal di Jawa. Nama kecilnya ialah Raden Prawoto. Beliau adalah putra dengan Sunan Kalijaga dengan Dewi Soejinah putri Sunan Ngudung. Jadi, kakak dari Sunan Kudus. Sunan Muria memperoleh seorang putra yang diberi nama Pangeran Santri, dan kemudian mendapat julukan Sunan Ngadilungu. Suan Muia yang terhitung salah seorang penyokong dari Kerajaan Bintoro. Beliau yang ikut mendirikan Masjid Demak. Beliau lebih suka menyendiri dan bertempat tinggal di desa, bergaul serta hidup di tengah-tengah rakyat jelata. Sunan Muria lebih suka mendidik rakyat jelata tentang agama islam di sepanjang lereng Gunung Muria yang terletak 18 km jauhnya sebelah utara Kota Kudus sekarang. Cara beliau menjalankan dakwah ke-islam-an, adalah dengan jalan mengadakan pelatihan terhadap kaum dagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Beliaulah kabarnya yang mempertahankan tetap berlangsungnya gamelan sebagai satu-satunya sebagai seni jawa yang sangat digemari rakyat serta dipergunakannya untuk memasukkan rasa ke-islaman ke dalam jiwa rakyat untuk mengingat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Disamping itu, beliau adalah pencipta dari gending “Sinom dan Kinanti”. Kini beliau dikenal dengan sebutan Sunan Muria oleh karena beliau di Makamkan di atas Gunung Muria, termasuk dalam wilayah Kudus.