Selasa, 16 April 2013
Tari Kretek
KEHIDUPAN masyarakat Kudus, Jawa Tengah, sepertinya tidak bisa dipisahkan dengan industri keretek. Hingga proses pembuatan keretek yang menjadi penggerak perekonomian Kudus itu diejawantahkan dalam bentuk kesenian, yakni tari.
Agak aneh memang, mulai dari memilih tembakau, hingga bagaimana cara memasarkannya, semuanya diceritakan dalam satu tarian, tari Kretek.
Tari ini merupakan sebuah tari asli Kudus yang menceritakan para buruh rokok yang sedang bekerja membuat rokok, mulai dari pemilihan tembakau hingga rokok siap dipasarkan.
Tarian dibawakan beberapa penari perempuan sebagai representasi buruh mbatil dan penari lelaki sebagai representasi dari seorang mandor.
Buruh mbatil adalah buruh rokok yang kerjanya mengguntingi atau merapikan ujung-ujung rokok. Sementara sang mandor adalah bos yang mengawasi buruh rokok dan mempunyai kuasa untuk menyortir atau menyeleksi rokok garapan buruh.
Awalnya tari Kretek bernama tari Mbatil. Namun, karena nama mbatil tidak begitu dikenal di masyarakat, digantilah dengan tari Kretek. Tari ini mulai populer sejak 1985, yang konon diciptakan seniman Endang Tonny.
Dalam tari Kretek, gerakannya terlihat rancak. Dibawakan beberapa penari perempuan yang cantik jelita serta satu penari lelaki.
Para penari perempuan menggunakan pakaian khas Kudus, namun bukan pakaian adat. Tak hanya itu, penari perempuan juga memakai caping serta memegang tampah. Adapun yang lelaki hanya memakai blangkon.
Kerancakan serta kelinca han penari Kretek tampaknya tidak lepas dari iringan musik gamelan yang mengalun. Lirik lagu menceritakan macammacam rokok yang ada di Kudus.
Makna tari Kretek
Melenggak-lenggok dengan senyuman centil, penari perempuan mencoba menggoda sang mandor. Pun sebaliknya, kadang penari lelaki keganjenan menggoda buruh mbatil. Konon memang seperti itu sebenarnya yang terjadi di tempat pembuatan rokok keretek.
Dalam tarian Kretek, diceritakan awal mula pembuatan rokok keretek. Yakni mulai dari cara memilih tembakau yang baik untuk dipakai membuat rokok. Setelah menjadi rokok, tugas buruh mbatil selanjutnya ialah memotong bagian ujung rokok untuk merapikannya. Nah, habis itu, buruh mbatil membawa rokok tadi ke mandor untuk diperiksa.
Ketika memeriksa rokok, sang mandor kadang memasang muka seram atau malah mesem-mesem kepada mereka. Kalau mandor sudah senyum, bisa dipastikan rokok tak akan tersortir.
Gemulai tangan sang penari perempuan menggambarkan lincahnya seorang buruh rokok dalam melinting serta membatil.
Ada sebuah istilah guyon dalam tari Kretek, yakni pembatil menggoda mandor agar rokok tidak banyak yang disortir. Atau mandor yang menggoda, dengna harapan pembatil tertarik dan jatuh hati kepadanya.
Dalam tari Kretek, sang mandor selalu mondar-mandir mengelilingi penari-penari perempuan untuk memeriksa dan terkadang bertolak pinggang melihat beberapa penari, menunjukkan kekuasaannya.
Senin, 08 April 2013
kabupaten kudus
Nama Resmi : Kabupaten Kudus
Ibukota : Kudus
Luas Wilayah: 425,17 km²
Jumlah Penduduk: 813.000 jiwa
Wilayah Administrasi:Kecamatan : 9
Bupati : H. Musthofa
Wakil Bupati: H. Budiyono
Alamat Kantor: Jl. Simpang Tujuh No. 1 Kudus
Telp. (0291) 437010
Fax.(0291) 439300
Sejarah
Sejarah tentang hari jadi Kota Kudus di tetapkan pada tanggal 23 September 1549 M dan diatur dalam Peraturan Daerah (PERDA) No. 11 tahun 1990 tentang hari jadi Kudus yang di terbitkan tanggal 6 Juli 1990 yaitu pada era Bupati Kolonel Soedarsono.
Sejarah Kota Kudus tidak terlepas dari Sunan Kudus hal ini di tunjukan oleh Skrip yang terdapat pada Mihrab di Masjid Al-Aqsa Kudus ( Majid Menara), di ketahui bahwa bangunan masjid tersebut didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M.
Mengenai asal usul nama Kudus menurut dongeng / legenda yang hidup dikalangan masyarakat setempat ialah, bahwa dahulu Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil menuntut ilmu di Tanah Arab, kemudian beliau pun mengajar pula di sana. Pada suatu masa, di Tanah Arab konon berjangkit suatu wabah penyakit yang membahayakan, penyakit tersebut menjadi reda berkat jasa Sunan Kudus. Olek karena itu, seorang amir di sana berkenan untuk memberikan suatu hadiah kepada beliau, akan tetapi beliau menolak, hanya sebagai kenang-kenangan beliau meminta sebuah batu. Batu tersebut menurut sang amir berasal dari kota Baitul Makdis atau Jeruzalem (Al Quds), maka sebagai peringatan kepada kota dimana Ja’far Sodiq hidup serta bertempal tinggal, kemudian diberikan nama Kudus.
Sejarah Sunan Kudus
Dja’far Sodiq, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus, adalah putra dari Raden Usman Haji yang bergelar dengan sebutan Sunan Ngudung di Jipang Panolan. Semasa hidupnya Sunan Kudus mengajarkan agam islam di sekitar daerah Kudus khususnya di Jawa Tengah pesisir utara pada umumnya. Beliau terhitung salah seorang ulama, guru besar agama yang telah mengajar serta menyiarkan agama islam di daerah Kudus dan sekitarnya.
Terkenal dengan keahliannya dalam ilmu agama. Terutama dalam ilmu agama Tauhid, Usul, Hadits, Sastra Mantiq dan lebih-lebih didalam Ilmu Fiqih. Oleh sebab itu, digelari dengan sebutan sebagai Waliyyul ‘Ilmi. Beliau yang termasuk salah seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita pendek yang berisi filsafat serta berjiwa agama. Diantara buah ciptaannya yang terkenal, ialah Gending Maskumambang dan Mijil.
Disamping bertindak sebagai guru islam, juga sebagai salah seorang yang kuat syariatnya. Sunan Kudus pun menjadi Senopati dari Kerajaan Islam di Demak. Bekas peninggalan beliau antara lain adalah Masjid Raya di Kudus, yang kemudian dikenal dengan sebutan Masjid Menara Kudus. Oleh Karena di halaman masjid tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah.
Mengenai perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama islam tidak berbeda dengan para wali lainnya, yaitu senantiasa dipakai jaln kebijaksanaan, dengan siasat dan taktik yang demikian itu, rakyat dapat diajak memeluk agama islam.
Sejarah Sunan Muria
Raden Umar Syaid, atau Raden Said dikenal dengan sebutan Sunan Muria, adalah termasuk salah seorang dari kesembilan wali yang terkenal di Jawa. Nama kecilnya ialah Raden Prawoto. Beliau adalah putra dengan Sunan Kalijaga dengan Dewi Soejinah putri Sunan Ngudung. Jadi, kakak dari Sunan Kudus. Sunan Muria memperoleh seorang putra yang diberi nama Pangeran Santri, dan kemudian mendapat julukan Sunan Ngadilungu. Suan Muia yang terhitung salah seorang penyokong dari Kerajaan Bintoro. Beliau yang ikut mendirikan Masjid Demak. Beliau lebih suka menyendiri dan bertempat tinggal di desa, bergaul serta hidup di tengah-tengah rakyat jelata. Sunan Muria lebih suka mendidik rakyat jelata tentang agama islam di sepanjang lereng Gunung Muria yang terletak 18 km jauhnya sebelah utara Kota Kudus sekarang. Cara beliau menjalankan dakwah ke-islam-an, adalah dengan jalan mengadakan pelatihan terhadap kaum dagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Beliaulah kabarnya yang mempertahankan tetap berlangsungnya gamelan sebagai satu-satunya sebagai seni jawa yang sangat digemari rakyat serta dipergunakannya untuk memasukkan rasa ke-islaman ke dalam jiwa rakyat untuk mengingat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Disamping itu, beliau adalah pencipta dari gending “Sinom dan Kinanti”. Kini beliau dikenal dengan sebutan Sunan Muria oleh karena beliau di Makamkan di atas Gunung Muria, termasuk dalam wilayah Kudus.
Langganan:
Postingan (Atom)